DIFINISI QUO VADIS RESTO SEBAGAI PEMBUAT MAKANAN ATAU PENGECER MAKANAN ? (Alasan Penting Mengapa Tehnik AUTOMATISASI TANPA CHEF) « YuyunAnwar.Com
pelatihan-kuliner-yuyun-anwar

Kamis, 29 Juni 2017

DIFINISI QUO VADIS RESTO SEBAGAI PEMBUAT MAKANAN ATAU PENGECER MAKANAN ? (Alasan Penting Mengapa Tehnik AUTOMATISASI TANPA CHEF)

DIFINISI QUO VADIS RESTO SEBAGAI PEMBUAT MAKANAN ATAU PENGECER MAKANAN ?
 (Alasan Penting Mengapa Tehnik AUTOMATISASI TANPA CHEF DIPERLUKAN) 
Oleh : Yuyun Anwar
IG yuyun_anwar
Praktisi dan Penulis Kuliner dan Pangan

Benarkah Resto itu Memasak ?
Sebenarnya pertanyaan seperti ini harusnya dilontarkan tahun 1990 an ketika pendekatan re engineering dengan saktinya melakukan turn over yang cepat untuk merubah proses bisnis jauh lebih cepat dan efisien. Melihat perkembangan industri (saya sebut industry karena gerakan sudah besar dan strategis dalam perekonomian) kuliner yang makin kesini justru  prosesnya semakin bias. Dari regulasi UU pangan belum memberikan panduan yang mandatory seperti di Amerika misalnya sekecil apapun food service must comply food saftey dan pelaku usaha yang masih fokus pada resto,warung,kantin, katering atau outlet makanan adalah "MEMASAK" atau MEMBUAT MASAKAN. Bahkan begitu fundamentalisnya aliran ini jika tidak memiliki tukang masak yang keren, akan menutup restonya atau akan menangis termehek mehek saat koki andalan di bajak. sampai saat ini belum banyak pendekatan yang bisa memsistemisasi memasak menjadi kegiatan yang bisa dilakukan oleh semua orang.
Dalam beberapa bulan ini banyak menemukan teman atau pengusaha yang mengeluh karena tukang masak andalanya sudah tidak sehebat dulu lagi, atau merasa bisnis nya tiba tiba down hanya gegara tukang masak keluar. Tidak banyak yang saya katakan ketika menemukan tipical seperti ini karena butuh waktu dan keterpaksaan yang pahit untuk menyampaikan "memasak itu penting tapi tidak gitu gitu amat ".
Lalu timbul pertanyaan mengapa resto cepat saji semacam MC donald ? KFC ? starbuck ? PHD  ? AW ? ,bahkan jarang memasang tukang masak sebagai andalan tapi tetap ada pelanggan ?. Mengapa proses penyajian begitu cepat ? Mengapa juga pelanggan tidak banyak komplain ?.
Dengan tidak menurunkan profesi chef yang mulia, mari kita bedah sedikit bahwa bukan chef yang berubah tapi market dan life style yang berubah. Menjadi penting adalah pertanyaan diatas sebenarnya arah proses bisnis warung/resto yang sedang dikelola itu pembuat makanan atau pengecer makanan sih ?

Lead time adalah Kunci
Time is value (bukan money lagi), menjadi ukuran proses bisnis yang sedang dikelola ada dimana. Sebelum sampai kesana, dengan konsekwensi logis yang bisa ditebak, jika fokus pada "resto memasak " maka ukuran time value tidak diperlukan lagi karena more time dengan efek berikutnya quantity yang tidak bisa besar. Sementara ini posisi beberapa pengusaha besar atau UKM pun masih berpendapat begitu, sehingga tanpa sadar ada pembengkakan biaya yang luar dan tidak tercovernya biaya karena omzet yang kecil. Banyak yang ambruk disini karena seolah bisnis warung hanya memasak dan tidak bisa copi paste, sementara gerakan besar,buka cabang dimana mana.Cabang sudah banyak tapi operatornya "limited". Apalagi jika menyinggung masalah secret recipe, semakin tidak bisa  dicopi paste, semakin rusak sajian masakannya. Saya menyebut yang begini "terjebak masa lalu",kadang sulit untuk menjadi besar dan atau sulit buka cabang. Banyak kesempatan terbuang. Waste time beneran, karena potensi berkembang jadi terhambat. Itu pilihan, dan model bisnis yang dipilih seperti itu sah sah saja.
Membahas pertanyaan kedua resto sebagai pengecer makanan, memang seolah menurunkan "sakral" nya resto seolah mirip distributor yang tinggal lempar barang. Seolah menyederhanakan proses di bisnis food service. Ada beberapa pertanyaan fundamental yang harus selalu dijawab ketika akan melakukan proses bisnis  yang diambil :
Pertama, apakah proses memasak yang secret dan sakral seperti itu memang dikehendaki oleh pembeli ? Apa sebenarnya yang dikehendaki oleh pembeli ?
Kedua, Apakah pembeli begitu peduli dengan keahliaan memasak sampai level "master" ?. Apakah pelanggan peduli dengan piranti canggih yang digunakan ? Apakah pelanggan peduli dengan "handbook" atau SOP yang canggih ?.
Tanyakan hal tersebut kepada pelanggan, lakukan riset dan targeting market dengan tepat dan benar. Amati bahwa gaya hidup sudah jauh berubah dengan ukuran cepat. Era sekarang bukan lagi time is money, tapi time is value. Value itu bukan hanya uang yang sebenarnya cuma alat bayar tapi lebih dari itu time akan menentukan sustain growth yang jauh lebih besar.
Lagi lagi meski sebenarnya era re-engineering sudah lama dipakai, saya kok merasa model ini digunakan lagi untuk mengukur kecepatan dalam memasak sehingga efisien. Efisiensi penting untuk melihat kemampuan memenuhi permintaan pasar ketika growth restoran tinggi. Jangan sampai model bisnis resto yang dibuat 70% bangunan dapur,30% untuk customer (sedang show up dapur ???). Tehnik ini bisa digunakan untuk mengeceknya, lakukan cross cek dengan profit and lose berdasarkan waktu. Lead time itu juga keuntungan bukan lagi time is money.
Pengecer makanan Lebih sustain, Benarkah ?
Gambaran resto pengecer makanan itu seperti apa ? .Kegiatan di dapur diwarnai kegiatan para operator masak (bukan master yang tahu hulu hilir) yang fokus pada pekerjaan masing masing sehingga menjadi terspesialisasi.karena spesialisasi maka sangat konsisten dan cepat. Dapur bukan lagi diisi oleh chef utama dan pembantu, tapi deretan operator manusia yang mirip di pabrikan yang serius mengerjakan bagian bagiannya dengan cepat karena terukur. Kepala dapur bukan lagi teriak teriak agar cepat, tapi memiliki planing kerja dengan data yang akurat mulai dari waktu saji, holding time,kapasitas, stok dan seterus sesuai dengan rencana kerja. Rencana kerja ini terintegrasi dengan bagian saji atau bagian lain terkait sehingga kerja resto sebagai satu kesatuan mirip pabrik. "Asembling masakan" jika boleh saya sebut kata itu lebih cocok untuk mengambarkan situasi nya , mirip pabrik sepeda dimana dapur tinggal memadukan bahan bahan yang siap dimasak (dipasang jika sepeda) lalu secepatnya disajikan sesuai dengan standard. 
Bisnis resto pengecer makanan tidak fokus pada kemampuan membuat makanan sendiri, agar efisien dan cepat, konsep "outsource" sama dengan pabrik sepeda yang juga outsource  baut,mur atau rangka sepeda ke tempat lain, maka pebisnis resto sudah waktunya untuk melakukan rekayasa ini jika tetap ingin sustain. Bumbu bisa dibeli dari produsen bumbu, roti bisa dipesan, mie bisa dijahitkan, selai bisa dibuatkan oleh pabrikan atau home industri. Sampai di dapur, buka, hangatkan sajikan. Gunting reheat sajikan. Yups begitu sederhana, berapa tahapan yang sudah dipangkas. Berapa tenaga kerja yang bisa dihemat, berapa banyak uang yang bisa di save karena tidak perlu lagi membersihkan sayur,berapa banyak uang yang disave karena tidak perlu lagi menghabiskan energi untuk memasak lama, just reheat.  Berapa banyak uang yang diselamatkan karena belanja pagi pagi ke pasar ? Berapa banyak  uang yang bisa dihemat karena harus membangun banyak central kitchen karena semua masakakan harus dibuat sendiri ?. Perusahan perusahan multinasional yang saya sebut diatas,sudah lama melakukan itu. lalu mengapa kita masih ragu ?

Smart quick efficient food production Management (SQEFOP)
Melihat kondisi diatas, 2 tahun yang lalu saya mencoba menyusun cara agar bisa menjadi tools buat teman UKM terutama yang ingin menjadikan time value sebagai panglima bisnis, dengan membuat beberapa model dan cara yang praktis berdasarkan pengalaman yang bertahun tahun saya lakukan. 70% model tersbut saya buat adalahh aplikasi tehnologi pangan untuk memudahkan re-process di dapur warung sehingga performa lebih bagus. Tentu saja aneka tehnik olahan makanan dari pengawetan, tehnik sederhana  yang membuat kerja lebih cepat dan baik, dan beberapa aplikasi olahan modern pabrikan yang sebenarnya bisa digunakan untuk olahan warung. Perbedaan siginficant adalah jika tukang masak/chef berpikir untuk Memasak Hari itu disajikan saat itu,sementara SQEFOP lebih fokus produksi makanan untuk diecer di beberapa bulan kemudian dan disajikan oleh siapapun dengan cepat dan terukur. SQEFOP butuh operator bukan spesialist masak. Operator hanya mengerjakan bagian bagian yang  berulang ulang,dengan training sederhana semua orang bisa dijadikan operator. Saya tahu ,modul ini terus kami sempurnakan sehingga bisa menjadi panduan praktis yang bisa jadi solusi. Banyak kekurangan dan terus berbenah mengingat cara ini di luar kebiasaan usaha kuliner. Semoga berkenan bagi yang membutuhkan.
SQEFOP by yuyun anwar





1 komentar: