FOOD SAFETY CHALLENGES FOR INDUSTRY 4.0,
A SEMINAR
Review Singkat dan Analisa Dampak Food Safety Appliance di
Industry Culiner
By Yuyun Anwar, praktisi kuliner dan olahan pangan
Depth
in seminar ini banyak dihadiri oleh ahli tehnologi pangan dan industry olahan
makanan besar yang sudah memiliki brand besar, bahkan mungkin saya satu satunya
dari UKM yang dianggap “kurang” industry tapi banyak menggerak ekonomi
Indonesia, yakni kuliner UKM.
Pencanangan
RoadMap Revolusi Industri 4.0 oleh presiden
bulan april 2018 dimana Industri 4.0 di Indonesia akan dimulai dengan
pengembangan lima sektor manufaktur yaitu industri makanan dan minuman,
industri tekstil dan pakaian, industri otomotif, industri kimia, dan industri
elektronik. Airlangga menuturkan sektor tersebut dipilih setelah melalui
evaluasi dampak ekonomi dan kriteria kelayakan implementasi yang mencakup
ukuran PDB, perdagangan, potensi dampak terhadap industri lain, besaran
investasi, dan kecepatan penetrasi pasar. Mengutip laporan lembaga riset
McKinsey pada 2015, dampak revolusi industri 4.0 akan tiga ribu kali lebih
dahsyat dari revolusi industri pertama di abad ke-19.
Apa
sih Industry 4.0 dan hubungannya dengan foodsafety?
Diisi
oleh 5 pembicara yang memang pakarnya, mungkin ini satu satunya seminar yang
secara khusus membahas detail tantangan food safety di era industry 4.0. Dengan
secara bertahap memberikan paparan dari pemerintah yang dalam hal ini adalah
kementrian perisdustrian diwakili oleh Sekjen Industri Agro. Tidak ada catatan
spesifik selain mengutip kebijakan making Indonesia for Industry 4.0. Yang
paling mengejutkan tidak banyak industry yang siap menghadapi 4.0, hanya 13%
yang siap, yang 35 merasa siap dan sisanya bahkan belum tahu mau kemana.
Industry makanan yang sudah menerapkan disebutkan 4 brand besar, yang mulai
melakukannya dari hulu. Seperti biasa pemerintah akan menjadikan sector makanan
minuman sekitar 35% kontribusinya dari seluruh sector yang ditetapkan diatas.
Fokus utama pada Halal food dan Indonesia adalah F&B ASEAN Powerhouse .
Bagaimana
aturan food safety di era disruption ini ?
Menyusul
pembicara kedua dari Dir regitrasi Pangan Olahan, tentang strategi regulatory
Industry 4.0. Kesiapan badan BPOM ini masih menyoroti hal hal tehnis saja
sebagai upaya antisipasi meski belum detail, sepertinya focus BPOM hanya di
Industry perusahaan Makanan yang terlihat kapasitasnya gede.Inovasi yang
dilakukan BPOM tetap pada basis resiko. Yang Terbaru, BPOM menambah satu divisi
yang akan bergerak untuk menangani fraud food, iklan label dan cyber crime yakni divisi Penindakan dari
Polri,jadi sepertinya Penindakan langsung bisa dilakukan ke depan. BPOM saat
ini menjadi collaborator. Menyadari bahwa urusan food safety paling banyak
berkaitan dengan UMKM dan UKM, agar mempercepat prosesnya, beberapa perusahaan
besar diharapkan sudah menerapkan self regulatory control dan yang paling seru
adalah penerapan QR code untuk industry obat sampai pada traceability asal
produk,sedang makanan pada makanan olahan QR code memastikan bahwa makanan
tersebut sudah teregister.Isu Isu yang lebih spesifik dan jadi tuntutan ke
depan adalah allergen, authenticity, GMO, Organik dan bahkan asal usul bahan.
Konsumen utuh informasi lengkap dari sebuah produk makanannya saat akan
dikonsumsi.
Pengembangan
dan Tantangan Food Industry 4.0, perlukah ?.
Penyampaian
Prof Purwiyatno, kali cukup mengelitik dengan cerdas dan lugas mendefinisikan
perubahan pola hidup dan pola pikir mileneal yang akan berdampak terhadap
urgensi dan penyesuaian aplikasi foodsafety di usaha makanan dengan gaya hidup
: malas, entitled, tehno addict dan narcism. Ciri ciri makanan minuman yang
bakal mudah diterima di industry 4.0 adalah dengan karakter cepat, mudah,
personalize, informative (traceability), visual , dampak social, entertaining
dan smart. Jadi perubahan mendasar food safety adalah : dari REAKTIF menjadi
INISIATIF. Tidak bisa kebijakan food safety hanya menjawab munculnya masalah
atau handling masalah tapi menjawab trend dan kejadian ke depan (inisiatif).
Jawaban dari perubahan perilaku diatas adalah digitalisasi Nilai Pangan.
Digitalisasi masih pada konsep food safety yang berbasis Jasmani (ancaman
fisik,mikrobiologi,kimia) dan rohani (agama,keyakinan, budaya), adahal baru
food safety based on rohani (sesuai dengan era milenial tuntutan lebih
personalize). Digitalisasi nilai pangan memastikan INFORMASI tersedia, dapat
dibaca, dapat diambil/simpan, transferable, communicable dengan menggunakan
smart device. Memang informasi yang melingkupi makanan yang kita konsumsi belum
sesuai dengan kebutuhan diatas. Inovasi adalah jawaban agar proses digitalisasi
nilai pangan berdasarkan food safety yang harus lebih baik dari sisi : taste,
praktis, health, halal, keterjangkauan dan seterusnya.
Food
safety testing for industry 4.0 ?
Pada
bahasan ini prof Endang sutriswati lebih cenderung membahas tehnis bagaimana
melakukan uji unutk menjaga keamanan pangan berdasarkan tuntutan yang lebih
komplek dan variatif. Tentu saja peralatan canggih semacam Elisa kit, PCR dan
seterus nya memang diperlukan. Sadar meski untuk beberapa uji tidak bisa
dilakukan cepat sebagaimana tuntutan kini.
Designing
food for Industry 4.0, Ada kah yang baru ?
Materi
yang disampaikan Prof Ratih Dewanti ini lebih bersahabat dan tidak kaku saat
menjalankan Food safety management.Tantangan Industry pangan 4.0 adalah
pertama, meningkatnya minimalis prosess produk, ready to eat dan faster
distribution. Kedua, Dinning out with ready meals dan fresh meal, ketiganya
munculnya foodborne di sayuran, daging, seafood, RTE dan susu. Keempat,
permintaan variasi produk , transparansi produk dari nutrisi sampai asal (perlu
IT) dan terakhir Tracability from field to plate yang bisa dimonitor (butuh
digitalisasi). Dengan tantangan tersebut dibutuhkan inovasi analisa dan testing
food yang cepat dan akurat.
Untuk
mendesign food safety yang modern tetap berbasis GMP/SSOP, HACCP dengan konsep
risk analysis sebagai regulator. Risk managementnya bersarkan tujuan
mengendalikan bahaya, aplikasi tujuan itu aplikable dan efek dari frekwensi .
Tetap pada prinsip penyelenggaraan food safety dari monitoring, validasi dan
verifikasi untuk menjamin munculnya bahaya.
Yang
istimewa dari penjelasan ini adalah, konsep food safety lebih ramah terhadap
perubahan tidak focus pada uji dan parameter tetap tapi bisa berdasarkan efek
dan kebiasaan dan out put data per hari. Industry 4.0 pasti sangat terkoneksi
dengan food safety karena penggunaan IT untuk mengumpulkan data dari supplier
sampai plate, lebih cepat. Proses informasi lebih singkat dan akurat.
Food Safety Challenges
Food Industry 4.0 terhadap Bisnis Kuliner ?
Mari
kita kembalikan dengan situasi nya dengan bisnis kuliner yang sebenarnya part
of food industry. Sayangnya, food safety on culinary biz tidak terlalu diangkat
karena masih dianggap sebagai bisnis terlihat recehan.
Faktanya
yang mungkin akan muncul sebagai pemenang adalah UKM karena proses bisnisnya
lebih cepat dan sederhana . Too high cost bagi industry makanan besar untuk
melakukan perubahan cepat . UKM terutama bisnis resto,dimana trend (dine out, leasure, praktis,cepat gak pake
lama, personalize, narsis) dapat disediakan di bisnis resto. Ingat sector
makanan mengambil peran besar dalam era industry 4.0.
Aplikasi
food safety di jasa boga resto tidak se sempurna industry makanan yang memang
dari awal sudah disiapkan dengan sarana dan prasarana yang bisa mengurangi
munculnya bahaya pangan. Program dasar membuat usaha makanan yang berupa
standard sanitasi higin dan SOP sudah dipersiapkan dengan baik untuk di
validasi bahkan sampai verify pihak luar dalam hal ini oleh BPOM. Proses ini
tidak akan terjadi pada usaha kuliner. Padahal risk managemen nya hampir sama
dengan industry makanan yang spread of hazardnya juga luas spectrum nya.
Apa
Saja Yang Perlu Diwaspadai Oleh UKM Kuliner terkait Food Industry 4.0
1.
Quality during Distribution, trend munculnya jasa antar makanan yang sebenarnya
adalah distribusi dalam waktu singkat , dimana ada tahapan di luar kendali
manajemen internal yang mengantar makanan ke konsumen, padahal sumber makanan
dari kita. Mengingat grab atau gojek, belum memiliki divalidasi apalagi di
veryfikasi oleh regulator akan kemampuan menjaga cross kontaminasi silang
selama mengirim makanan siap saji. Fast dan ready to eat, begitu sampai
langsung disantap, tidak menjadi alasan jasa antar makanan dengan aplikasi IT
tidak perlu syarat khusus untuk mengantar makanan. Cross contamination bisa
saja automatis tingkat keparahannya karena debu di jalanan misalnya. Sudah kah
ada aturan harusnya jasa antar makanan menggunakan wadah yang aman, melindungi
makanan dari bahaya debu, tetap dingin/hangat, tetap bersih dan seterusnya
sesuai dengan janji kita ke konsumen. Ini akan jadi wacana yang bisa memaksa
jasa antar makanan pun harus memiliki fasilitas dan syarat yang sesuai food
safety, jika tidak, tidak boleh ber operasi.
2.
Kecepatan Penyajian , Gak pake lama, adalah hukumnya milenial, untuk UKM resto
yang masih mengandalkan cara tradisional harus mulai mencari tehnologi dan
metode terbaru agar makanan mudah disajikan. Dijamin resto anda akan ditinggalkan
konsumen jika penyajian lama.
3.
Memastikan kwalitas tetap sesuai janji. Belum ada alat ukur digital dengan
sekali sentuh yang bisa menghitung berapa jumlah bakteri pembusuk dalam
sepiring sate,sehingga mau tidak mau kerja keras untuk menjaga kwalitas menjadi
penting. Begitu abai, kebiasaan untuk selalu berbagi informasi ,menyebabkan
kwalitas jelek lebih mudah menyebar.

4.
Pembenahan secepatnya basic sanitasi higin karena sumber kontaminasi terbesar
adalah dari standard awal dan perilaku yang menjadi ancaman food safety.
Membuat food safety by design lebih irit biaya dari pada memperbaiki atau
bersikap reaktif terhadap kasus food safety.
5.
Traceable all step. Semua tahapan harus terdata dan bisa diolah dengan IT
sehingga konsumen bisa menerima informasi akurat sepiring nasi goreng beras nya
dari daerh x, bawang yang free pestisda dan seterusnya. Dimana tuntutan
konsumen yang pasti akan diakomodir oleh regulator untuk diwajibkan
labelingnya. Ingat label allergen, halal,organic dan seterusnya akan wajib.
6.
Up date saji makanan sesuai dengan kebutuhan dan menarik di foto akan membuat
bisnis kuliner makin terangkat cepat di media social karena yang unik lebih
sering di share.
7.
Re engineering Menu, menyesuaikan menu agar profit, efisien, efektif dan manufactrable.
Menu yang sulit dan prosesnya lama tidak disukai.
8.
urus legalisasi bisnis kuliner sedini mungkin untuk mengurangi munculnya
ancaman food safety.