Tak pernah terbesit di benak saya, akhirnya banyak
mengeluti dunia catering dan warung yang dulu nya saya anggap “non strategis”
bisnis karena cenderung tidak production mass. Kecil. Ribet. Ruwet dan omzetnya
terlihat tidak sedasyat usaha pabrikan.
Bergelut di dunia pengembangan makanan, terutama
frozen food, sejak tahun 90 an menjadikan saya begitu memuja dunia produksi
pabrikan. Berpindah dari satu pabrik ke pabrik lain dengan posisi mengembangkan
produk menjadikan saya tertantang mencari solusi dan alternative baru sehingga
tehnik yang digunakan fleksible, manufacturable, cepat, praktis dan terukur.
Dua kata terakhir adalah idola dan karakter tehnologi yang selalu saya
kibarkan. Praktis dan terukur, adalah indicator bahwa sebuah produk layak
diproduksi.
Membuka kelas usaha bisnis olahan pun tetap mindset
saya adalah memuja skala pabrikan dengan menggunakan manajemen produksi yang
tepat. Ya, tepat karena saya harus ber urusan dengan banyak makanan local atau
masakan ala chef yang ruwet harus saya angkat di dunia pabrikan. Pengalaman
pertama, tertantang karena ada pesanan dari jepang Ha Kau. Sampai detik ini
tidak ada mesin ha kau. Ha kau cantic kecil
dan dibuat oleh chef. Mengubah ha kau
ala chef itu ke araha production mass memang diperlukan cara yang jitu. Dari
kulit ha kau yang sulit dikendalikan sampai membentuk lipatan ha kau sehingga
bentuk ha kau bisa dibuat seragam meski oleh orang yang berbeda. Karena saya
tidak mau tergantung chef lulusan dim sum yang pasti mahal. Di depan saya hanya
pegawai biasa yang harus bekerja dengan cepat dan targetnya terpenuhi.
Simplifikasi proses dan mencari titik “keruwetan”
adalah cara terbaik sehingga bentuk ha kau bisa diseragamnkan dengan manual
tanpa mesin dengan focus pada parameter ukuran berat, diameter kulit, berapa
banyak lipatan, berat isi, pengaruh udara , pengukuran suhu dan konsistensi
pemilihan bahan menadikan saya mampu membuat ha kau yang bentuknya konsisten
meski dikerjakan oleh berbagai jenis pekerja tanpa lulus dari akademi culinary. Yang pasti training yang konsisten
menjadi salah satu syarat.
Di tahun 2014, di setiap kelas wirausaha pangan
dengan menggunakan tehnologi pangan sebagai solusi , selalu saya temukan
keluhan peserta karena dibohongi oleh franchise, ditinggal tukang masak, tukang
masak dibajak pesaing atau bahkan tidak bisa memasak sama sekali. Saya juga
tidak bisa memasak, tapi kalau produksi masakan semua orang bisa karena ada
modul dan tehnologi,nya. Nah…….
Banyak yang bilang jika memasak itu sulit, yak karena
bicara seni pasti tidak semua orang punya bakat seni. Tapi kalau bisnis bukan
bakat tapi minat , jadi tidak diperlukan seni memasak yang ribet banget seperti
itu. Banyak yang tanya apa cara memasak dengan tumis bumbu a blab la bla yang
tiap orang pasti beda beda persepsisnya.
Banyak peserta kelas saya ternyata pengusaha catering
dan warung, entah itu snak box,nasi kotak, warung resto atau kafe, ternyata
punya masalah yang sama. Ribet dengan masakan. Seorang teman UKM pengusaha
snack box bisa melayani 5000-10,000 box per hari, tapi 3 hari tepar karena
harus lembur 2 hari berturut tanpa istirhat mengejar snack box. Seorang pengusaha
warung bangkrut karena tidak bisa memasak lalu dibohongi pegawaianya sehingga
sulit dihitung. Bahkan ada yang ngiler karena nasi box yang dibuat cepat basi
karena waktu nya yang tidak cukup untuk mengejar target omzet. Ada juga
pengusaha warung yang energinya habis hanya memasak karena memang menganggap
dirinya saja yang pinter masak, sehingga untuk melayani warungnya harus sang
pemilik sendiri. Ngenes dan menyedihkan ketika seorang pemilik usaha terjebak
jadi karyawan yang dihujani pekerjaan tehnis sehingga tidak punya waktu mikir
pengembangan usaha.
Tetiba kok saya jadi kepikiran, bukannya saya memiliki
banyak tehnik tehknik praktis yang sering saya ajarkan kepada teman teman yang
ingin usaha pabrikan. Loh bukanya tehnologinya sama, ruh yang dibawa sama
prakmatisme dan terukur. Aneka tehnik semacam marinate, adukan cepat , rantai
dingin, koloidal, stabilsasi, ilmu coating, pengawetan beku, hot filling dan
seterusnya yang tujuannya adalah membuat produk efisien, mudah dikerjakan,
terukur dan lebih hemat (penting untuk bersaing), bisa diaplikasikan di dunia
warung dan catering.
Subhanallah, kait mengkait ternyata tehnologi diatas
memang sangat membantu sekali untuk membuat masakan tidak hanya dengan tujuan
dimasak hari itu , tapi masak satu hari untuk stok seminggu misalnya. Begitu
praktis dan efisien. Masakan tak lebih produk yang dibuat dalam terminology produksi
di pabrikan. Saya menganalogikan begitu. Ada perencanaan ada assembling ada
stok ada delivery ada penyajian. Ini lah manajemen.
Bagaimana dengan koki atau chef ? Bukannya selama ini
saya tidak pernah berurusan dengan dunia tukang masak yang konon jika punya
ilmu sukar untuk ditularkan apalagi chef tidak tergantikan, masakan identic dengan
dirinya. Balik lagi dengan asumsi sederhana, pabrikan digerakan oleh operator.
Mengolah ha kau dengan production mass menjadi dorongan, bahwa ilmu memasak
bisa kok dibuat seragam, dibuat standar. Yang mengerjakan ya operator produksi.
Karena operator siapapun bisa baik lulusan chef atau bukan. Karena operator
pekerjaan nya harus spesicialis. Makin spesialis makin ahli, kemampuan
manajerial yang akan menyatukan makanan
menjadi paket yang praktis.
Perjalanan dari pertengahn tahu 2015-2016 ini bersama
tabloid Lezat, saya sudah menyelenggarakan kelas ini khusus bagi pengusaha yang
bermasalah dengan masakan. Bagi pengusaha yang inginn usaha makanannya mudah
dikembangkan tanpa tergantung seseorang. Bulan agustus 2016, sudah mencapai
angkatan ke 6. Pesertanyanya memang dibatasi. Karena saya ingin intensive dan
menu yang dbuat relative banyak 25 menu basic menjadi prototype bagi peserta
ingin membuat makanan lainnya. Saya tidak mengajari peserta meniru resep. Tidak
ada resep baku, seorang pengusaha harus punya resep sendiri yang jadi
rahasianya. Disini saya hanya mengajari cara membuat formulasi resep. Faktanya alumni
makin pintar membuat formulasi , apalagi saya share hitungan harga pokok produk
dimana saya ajukan tehnik yang berbeda dari biasanya. Perhitungan dasar ala
pabrikan bukan prosentase food cost.
Jika anda adalah termasuk pengusaha yang memiliki
masalah sama, risau dengan kinerja yang ada, tidak bisa menghitung harga atau sering
makanan yang disajikan tidak sesuai standard , saatnya anda bergabung di workshop
3 days biz camp catering warung tanpa koki. Para alumni yan tergabung dari
angkatan 1 sampai 6, masih tetap punya kesempatan untuk sharing, konsutasi
dengan saya karena kita tergabung dalam grup real time di WAG. Keren ya, sudah
dapat ilmunya tapi masih didampingi terus sampai usahanya sukses. Apalagi
alumni sesama pengusaha catering warung jadi bisa bertukar pikiran dan saling
menguatkan.
Yang Pemula bisa bergabung, apalagi yang sudah punya
usaha. Sms saya yuyun anwar 08176456368, atau fan page saya info kursus kuliner pangan, email yuyun_anwar@yahoo.com.
Tanggal workshop terdekat di Surabaya 27-29 september
2016 . Sampai bertemu ya
0 komentar